BERBEDA PELAJARAN IPS DI INDONESIA DAN AUSTRALIA

Mata pelajaran IPS  SMP di Indonesia dan Australia pada dasarnya memiliki tujuan sama, yakni membentuk warga negara yang baik, membantu peserta didik memecahkan masalah, dan menumbuhkan kebanggaan akan budaya bangsa. Di New South Wales Australia, nama mata pelajaran IPS di pendidikan dasar adalah HSIE (Human Society and Its Environments) yang menekankan pada pengembangan nilai-nilai dan tingkah laku peserta didik. Demikian ditegaskan guru IPS dari sekolah private New South Wales Yusdi Maksum M, Ed. dalam Seminar Nasional Hima Pendidikan IPS FISE UNY kemarin (30/12) di Ruang Ki Hajar Dewantara FISE UNY. Menurut Yusdi, yang pernah mengajar di sekolah Indonesia yang membedakan dalam pembelajaran IPS  terutama adalah dalam implementasi pembelajaran di kelas.

“Pembelajaran IPS di NSW tidak terlalu banyak materi, tetapi lebih mengedepankan strategi pemecahan masalah. Hal ini berbeda dengan di Indonesia yang terlalu sarat materi” tegas alumni UNY yang telah menetap di Australia ini. Pernyataan tersebut dibenarkan pembicara lain Saliman M, Pd. Menurut Saliman kurikulum pendidikan IPS di Indonesia masih sarat dengan muatan materi, akibatnya guru kurang mampu mengembangkan pembelajaran IPS yang variatif. Hal ini ditambah jumlah jam mengajar guru tidak sebanding dengan materi yang harus dibelajarkan.

Selain perbedaan strategi pembelajaran, pembelajaran IPS di Indonesia dan Australia juga berbeda dari teknik penilaian yang digunakan. Di Indonesia penilaian masih mengacu pada angka-angka sebagai simbol keberhasilan belajar peserta didik, sementara di Australia, penilaian laporan kemajuan peserta didik lebih menekankan pada proses yang telah dilakukan peserta didik dalam mencapai kompetensi “Di Indonesia lebih menekankan hasil, di Australia menekankan pada proses. Filosofi yang digunakan Australia adalah bahwa setiap peserta didik yang belajar pasti mengalami kemajuan” tegas Yusdi.

Senada dengan Yusdi, Saliman juga menilai bahwa salah satu kegagalan pendidikan IPS di Indonesia adalah penilaian pembelajaran masih mengedepankan angka dan paper and pencil terst. “Idealnya kalau pendidikan IPS dicanangkan sebagai pendidikan karakter, hendaknya penilaian lebih menekankan pada sikap peserta didik” tegas Ketua Prodi Pendidikan IPS ini. Menyikapi tentang penilaian IPS, kedua pembicara sepakat menolak wacana Pendidikan IPS di Ujian Nasional-kan. “Kalau IPS di-UAN-kan kita semakin khawatir bahwa IPS hanya pelajaran hapalan.”tegas Saliman.

Sebagai perbandingan, konsep UAN di Indonesia dan Australia berbeda,  “Di  Australi Ujian Nasional memang ada untuk mata pelajaran Matematika dan bahasa. Tetapi bukan sebagai penentu kelulusan, hanya untuk mengukur peringkat sekolah saja”tegas Yusdi. Salah satu rekomendasi Seminar Nasional adalah agar Pemerintah tidak menjadikan Ujian Nasional sebagai penentu kelulusan peserta didik.

Perbedaan lain pendidikan IPS di Indonesia dan Australia adalah proses rekruitmen guru. NSW telah memiliki 7 standar guru profesional yang benar-benar dilaksanakan secara ketat. “Hal ini tentu berbeda dengan Indonesia, apalagi proses sertifikasi guru saat ini yang lebih mengedepankan persyaratan administratif daripada kompetensi.” Tegas Saliman dihadapan 200 peserta dari DIY dan beberapa provinsi di Indonesia. (Mr. Spd.)